BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama
terakhir yang diturunkan Allah. Islam turun sebagai penyempurna dari
agama-agama sebelumnya dengan diturunkannya Al-Quran sebagai pedoman hidup
manusia. Allah mengutus Nabi Muhammad untuk menyampaikan wahyu Allah itu kepada
umatnya. Di dalam Al-Quran terdapat pengetahuan, ajaran-ajaran, aturan, hukum,
serta pedoman yang sudah ditulis Allah dalam wahyunya.
Tanggung jawab
merupakan buah dari kesinergian antara hak dan kewajiban. Orang yang hanya
menuntut haknya saja, atau justru melaksanakan kewajibannya saja, mereka
keduanya bukan termasuk orang tanggung
jawab dalam konteks pengertian ini. Oleh karena itu, keduanya harus
seimbang, sejajar, dan selaras agar tidak terjadi ketimpangan. Dalam Islam pun telah
diajarkan keharusan manusia untuk bertanggungjawab, baik terhadap diri sendiri,
sesama, lingkungan, dan terutama kepada Allah SWT. Tanggung jawab termasuk
salah satu pokok bahasan yang ada dalam mata kuliah IBD (Ilmu Budaya Dasar)
yang merupakan mata kuliah wajib bagi kalangan Mahasiswa, terutama mahasiswa
Tarbiyah. Dalam makalah ini Insya Allah akan disajikan pembahasan lebih lanjut
terkait dengan masalah tanggung jawab, serta pandangan Islam terhadap tanggung
jawab.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas, penulis bermaksud akan mengemukakan beberapa
rumusan masalah sebagai berikut :
1.
Apa pengertian Islam
dan tanggung jawab ?
2.
Apa pengertian
pengabdian dan pengorbanan ?
3.
Bagaimana
pandangan Islam terhadap tanggung jawab ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Islam
Islam adalah kata
jadian bahasa Arab. Asalnya dari aslam.
Kata dasarnya salima berarti
sejahtera, tidak cacat. Dari kata ini terjadi kata masdar: selamat (dalam
bahasa Indonesia atau Maylaysia menjadi selamat). Ada juga orang menganggap
akar kata Islam itu: salam, berarti sejahtera, tidak bercela, selamat, damai
seimbang (harmoni), patuh, berserah diri. Sebagai istilah, Islam diartikan
patuh (taat) dan berserah diri kepada Allah. Dengan kepatuhan dan penyerahan
diri secara menyeluruh itu terjadilah salam dalam kehidupan.[1]
إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ ۗ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ
إِلَّا مِن بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ ۗ وَمَن يَكْفُرْ بِآيَاتِ
اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ
Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam.
Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang
pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka.
Barang siapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat
cepat hisab-Nya.(Q.S Ali
Imran : 19)
Islam itu agama yang Rohmatan lil ‘alamin, Allah
menyempurnakan agama-agama sebelumnya dengan menurunkan Islam untuk memberi
rahmat kepada umat serta alam semesta yang tidak lain dan tidak bukan adalah
makhluk ciptaan-Nya. Aturan-aruran yang dalam Islam semata-mata untuk kebaikan
manusia dan alam-Nya. Karena Islam adalah agama yang paling sempurna maka kita
sebagai umat Islam harus mengimaninya, mengamalkan ajaran.
Esensi Islam adalah
etika,kemanusiaan dan ilmu sosial atau ideologi. Islam benar-benar merupakan
deskripsi seorang manusia dalam masyarakat, kebutuhan primernya, komitmen
moralnya dan aksi sosialnya. Islam juga dapat dilihat sebagai sebuah sistem ide
yang muncul dari pengalaman sejarah yang panjang yakni munculnya wahyu dalam
sejarah, disahkan dalam realitas dan disesuaikan kembali selaras dengan
kemampuan manusia.[2]
Istilah agama tidak semua cocok bagi islam. Istilah agama mengacu pada
pengetahuan tentang supernatural, magis, ritual, kepercayaan,dogma, dan
institusi. Namun semua itu tidak relevan dengan esensi agama Islam.
Sebagai umat Islam, kita berkewajiban untuk berjuang dan
menjunjung tinggi agama Islam. Ada beberapa tawaran alternatif:
1. Mengembalikan
kesadaran umat Islam yang selama ini “tertidur”. Ajaran Islam harus disampaikan
untuk kemaslahatan dan pencerahan manusia.
2. Bersikap
inklusif terhadap budaya luar, karena sikap mengisolasi diri adalah sikap yang
bertentangan dengan ajaran islam ( Al-hujrat 13).
3. Berpegang
teguh pada ajaran Islam sebagai sumber inspirasi peradaban. Dan yang terpenting
adalah merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari.[3]
Ketiga
pernyataan itu merupakan kewajiban yang harus dilakukan umat Islam dalam
menjunjung tinggi agama Islam. Umat Islam harus mendakwahkan bahwa Islam ajaran
yang memberi rahmat kepada seluruh alam. Al-Quran dan Sunnah banyak membahas
tentang kehidupan manusia, bagaimana perilaku, kewajiban dan sunnah semuanya
sudah tertuang didalamnya. Semuanya itu semata-mata hanyalah untuk menciptakan
kemaslahatan umat
B.
Pengertian Tanggung
Jawab
Tanggung jawab adalah
kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun
yang tidak disengaja.[4]
Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan
kewajibannya.
Manusia mempunyai hak
individu, karena ia mempunyai kebebasan, kemauan, sehingga manusia itu dapat
menolak atau mendapat menerima sesuatu, bahkan manusia itu bebas menentukan
pilihannya dalam hal apa saja, sebaliknya terikat oleh segala konsekuensi dan
akibat dari pilihannya itu.[5]
Bertolak dari ungkapan
di atas ternyata jelas sekali bahwa manusia sebagai individu dan sebagai
makhluk mempunyai kebebasan, namun juga memiliki keterikatan oleh konsekuensi
pilihannya. Sebab itu dapat disimpulkan bahwa manusia tetap memiliki tanggung
jawab terhadap apa yang dipilihnya dalam apa saja.
Manusia pada
hakikatnya adalah makhluk yang bertanggungjawab. Disebut demikian karena
manusia, selain merupakan makhluk individual dan makhluk sosial, juga merupakan
makhluk Tuhan. Manusia memiliki tuntutan yang besar untuk bertanggungjawab
mengingat ia mementaskan sejumlah peranan dalam konteks sosial, individual
ataupun teologis.
Dalam konteks sosial
manusia merupakan makhluk sosial. Ia tidak dapat hidup sendirian dengan
perangkat nilai-nilai selera sendiri. Nilai-nilai yang diperankan seseorang
dalam jalinan sosial harus dipertanggungjawabkan sehingga tidak mengganggu
konsensus nilai yang telah disetujui bersama. Masalah tanggung jawab dalam
konteks individual berkaitan dengan konteks teologis. Manusia sebagai makhluk
individual artinya manusia harus bertanggungjawab terhadap dirinya (keseimbangan
jasmani dan rohani) dan harus bertanggungjawab terhadap Tuhannya (sebagai
penciptanya). Tanggung jawab manusia terhadap dirinya akan lebih kuat
intensitasnya apabila ia memiliki kesadaran yang mendalam. Tanggung jawab
manusia terhadap dirinya juga muncul sebagai akibat keyakinannya terhadap suatu
nilai. Demikian pula tanggung jawab manusia terhadap Tuhannya timbul karena
manusia sadar akan keyakinannya terhadap nilai-nilai. Dalam hal ini terutama
keyakinannya terhadap nilai yang bersumber dari ajaran agama. Manusia
bertanggungjawab terhadap kewajibannya
menurut keyakinan agamanya.
Tanggung jawab dalam
konteks pergaulan manusia adalah keberanian. Orang yang bertanggungjawab adalah
orang yang berani menanggung resiko atas segala yang menjadi tanggung jawabnya.
Ia jujur terhadap dirinya dan jujur terhadap orang lain, tidak pengecut dan
mandiri. Dengan rasa tanggung jawab, orang yang bersangkutan akan berusaha
melalui seluruh potensi dirinya. Orang yang bertanggungjawab adalah orang yang
mau berkorban demi kepentingan orang lain.
Tanggung jawab erat
kaitannya dengan kewajiban. Kewajiban adalah sesuatu yang dibebankan terhadap
seseorang. Kewajiban merupakan bandingan terhadap hak, dan dapat juga tidak
mengacu kepada hak. Maka tanggung jawab dalam hal ini adalah tanggung jawab
terhadap kewajibannya.
Pembagian kewajiban
bermacam-macam dan berbeda-beda. Setiap keadaan hidup menentukan kewajiban
tertentu. Status dan peranan menentukan kewajiban seseorang. Kewajiban dibagi
menjadi dua bagian :
1. Kewajiban terbatas : kewajiban ini
tanggung jawabnya diberlakukan kepada setiap orang sama, tidak dibedakan.
Contoh, undang-undang larangan membunuh, mencuri, disamping itu hukuman-hukuman
lainnya.
2. Kewajiban tidak terbatas : kewajiban
ini tanggung jawabnya diberlakukan kepada semua orang. Tanggung jawab terhadap
kewajiban ini, nilainya lebih tinggi, sebab dijalankan oleh suara hati, seperti
keadilan dan kebijakan.
Problema utama yang
dirasakan pada zaman sekarang, sehubungan dengan masalah tanggung jawab, adalah
berkaratnya atau rusaknya perasaan moral dan rasa hormat diri terhadap
pertanggungjawaban. Orang yang bertanggungjawab
itu adil atau mencoba untuk berbuat adil. Tetapi, adakalanya orang yang
bertanggungjawab tidak dianggap adil karena runtuhnya nilai-nilai yang dipegangnya.
Orang yang demikian tentu akan mempertanggungjawabkan segala sesuatunya kepada
Tuhan. Dia tidak nampak, tetapi menggerakkan dunia dan mengaturnya. Jadi, orang
semacam ini akan bertanggungjawab kepada Tuhannya.
C.
Pengabdian
Pengabdian adalah
perbuatan baik yang berupa pikiran, pendapat atau tenaga sebagai perwujudan
kesetiaan antara lain kepada Tuhan, kepala negara, raja, cinta, kasih sayang,
yang semuanya itu dilakukan dengan ikhlas.
Timbulnya pengabdian
itu pada hakikatnya ada rasa tanggung jawab. Apabila kita bekerja keras dari
pagi sampai sore hari dibeberapa tempat untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga
kita, itu berarti mengabdi kepada keluarga, karena kasih sayang kita kepada
keluarga.
Lain halnya jika
keluarga kita membantu teman, karena ada kesulitan, mungkin sampai berhari-hari
ikut menyelesaikannya sampai tuntas. Itu bukan mengabdi, tetapi hanya bantuan
saja.
D.
Pengorbanan
Pengorbanan berasal
dari kata korban. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, WJS. Poerwodarminto,
korban berarti:
a. Pemberian untuk menyatakan kebaktian
(kerelaan hati dan sebagainya). Misalnya: inilah korbanku untuk nusa dan bangsa.
b. Orang yang menderita kecelakaan karena
perbuatan sendiri atau orang lain. Misalnya: banyak orang yang menjadi korban
permainan judi.
c. Korban jiwa karena tertimpa bencana
gempa bumi di Kerinci, Jambi, bertambah banyak.
Pengorbanan
merupakan akibat dari pengabdian. Pengorbanan dapat berupa harta, pikiran,
perasaan, bahkan dapat juga berupa jiwanya. Pengorbanan diserahkan secara
ikhlas, tanpa pamrih, tanpa ada perjanjian, tanpa ada transaksi, kapan saja
diperlukan.
Pengorbanan
dapat berupa pengorbanan kepada keluarga, kepada masyarakat, kepada negara, dan
kepada agama atau Tuhan.[6]
E.
Pandangan Islam terhadap
Tanggung Jawab
Islam secara istilah
yang lazim dipakai ialah sebagai berikut : Islam adalah agama yang mengatur
manusia agar menjadi selamat, sejahtera, aman, damai, dan menyerahkan diri
kepada Allah SWT, patuh dan tunduk kepada-Nya serta mau beribadat dengan penuh
kesadaran dan keikhlasan.
Berdasarkan pengertian
Islam di atas jelas memberikan pandangan yang mendasar, bahwa Islam adalah
agama yang mengatur manusia di dunia ini, baik dari segi peribadatan, yakni
hubungan manusia dengan Tuhannya, maupun dari segi kehidupan sosial, yakni
hubungan manusia dengan sesamanya. Kedua dimensi tersebut memberi petunjuk
bahwa manusia memiliki tugas ganda yang sangat asasi, yakni : tugas manusia
sebagai makhluk Allah dan untuk menunjukkan bahwa manusia itu adalah zoon politicon, makhluk sosial yang
hidup di tengah-tengah masyarakat dan lingkungannya. Dan salah satu tugas yang
harus diemban oleh manusia untuk mencapai keselamatan, kebahagiaan, dan
ketentraman hidup adalah berperilaku tanggung jawab.
Islam sangat
menghargai sikap tanggung jawab, tercermin dalam lima prinsip dasar akhlak yang
dikemukakan oleh Dr. Abdullah Darraz dalam Dustur
al-Akhlaq fi Al-Qur’an yang salah satunya adalah prinsip al-mas’uliyah
yakni prinsip tanggung jawab, yang mana di dalam sebuah akhlak tidak akan
mencapai kesempurnaan tanpa didasari prinsip mas’uliyah tadi yang harus
dimiliki oleh setiap pribadi muslim yang baik.
Tiap-tiap manusia sebagai makhluk Allah
bertanggung jawab atas perbuatannya, sebagaimana Firman Allah SWT :
@ä.
¤§øÿtR $yJÎ/
ôMt6|¡x. îpoYÏdu
ÇÌÑÈ
Tiap-tiap
diri (individu) bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.
(QS al-Mudatstsir : 38)
Dari ayat di atas
tampak bahwa tanggung jawab itu bersifat kodrati, artinya sudah menjadi bagian
dari kehidupan manusia. Disebut demikian karena manusia selain merupakan
makhluk individual, dan makhluk sosial juga merupakan makhluk Tuhan. Manusia
memiliki tuntutan yang besar untuk bertanggung jawab mengingat ia mementaskan
sejumlah peranan dalam konteks sosial, individual, maupun teologis.
Manusia diciptakan di
dunia tidak hanya semata-mata untuk makan, minum, tidur, dan berbuat
sebebas-bebasnya. Karena di dalam Islam sendiri telah jelas mengajarkan di
samping manusia harus berhubungan vertikal ke atas, dalam artian mengabdi dan
menyembah Allah SWT, manusia juga harus memperhatikan keadaan sekitar, yang
kaitannya dengan tanggung jawab dengan lingkungan bumi ini. Manusia diserahi
tanggung jawab untuk memakmurkan dan melestarikan bumi ini, karena Allah SWT
telah melebihkan makhluk manusia dibandingkan makhluk lain. Atas catatan itu
manusia disebut sebagai kholifatun fil ardhi (khalifah di muka bumi), seperti
yang telah diterangkan di dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah : 30, yakni:
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً.
Ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan
seorang khalifah di muka bumi “.
Allah telah
menciptakan manusia lengkap dengan segala peralatannya, diberi hidup, akal, dan
budi. Semua pemberian itu harus dipelihara. Terhadap hidup manusia dituntut
tanggung jawabnya di samping menggunakan akal dan budinya itu sebagaimana
mestinya, juga dituntut menanggung resiko akibat dari perbuatan akal dan
budinya. Bila akal dan budi berbuat jahat ataupun sebaliknya, manusia
bersangkutan harus berani menanggung resiko, baik di dunia maupun di akhirat
nanti. Sesuai dengan firman Allah dalam Q.S. At-Takatsur ayat 8 :
ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ
“Sesungguhnya
kamu akan diperiksa pada hari itu (kiamat) dari hal segala nikmat yang telah
kamu terima”.
Tanggung jawab sebagai
fenomena dalam kehidupan sehari-hari bagi diri pribadi manusia pada prinsip
dasarnya adalah merupakan suatu upaya manusia terhadap pengembangan kapasitas
potensial yang ada pada diri manusia.[7]
Peningkatan status dan kualitas diri manusia merupakan suatu tanggung jawab
manusia terhadap dirinya atau terhadap manusia lain. Ini adalah merupakan
hikmah yang diberikan kepada manusia, terutama bila tanggung jawab ini
dihubungkan dengan rasa syukur manusia terhadap Allah yang telah memberi nikmat
sehari-hari, di dalamnya penuh dengan tantangan yang membutuhkan tanggung jawab
dari pribadi manusia.
Rasa syukur sebagai
realisasi dari tanggung jawab penting untuk ditanamkan pada manusia sejak dini
agar tidak menimbulkan rasa sombong dan besar kepala. Firman Allah sebagai
berikut :
وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ ۚ وَمَن يَشْكُرْ فَإِنَّمَا
يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ ۖ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
Dan
Sesungguhnya Kami telah memberi kepada Luqman, hikmat kebijaksanaan, (serta
Kami perintahkan kepadanya): bersyukurlah kepada Allah (akan Segala nikmatNya
kepadaMu)". dan sesiapa Yang bersyukur maka faedahnya itu hanyalah
terpulang kepada dirinya sendiri, dan siapa Yang tidak bersyukur (maka tidaklah
menjadi hal kepada Allah), kerana Sesungguhnya Allah Maha Kaya, lagi Maha
Terpuji.(QS. Luqman:12)
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan
makalah di atas, dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab adalah kesadaran
manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak
disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan
kewajibannya. Melaksanakan tanggung jawab akan menjadikan pribadi orang itu
sendiri merasa mendapatkan ketenangan dan ketentraman dalam hatinya. Sebaliknya
orang yang lari dari tanggung jawab maka dirinya akan merasa dikejar-kejar oleh
rasa bersalah yang tidak mententramkan batin.
Islam sendiri adalah agama yang sangat memberikan
penghargaan besar terhadap perilaku tanggung jawab. Karena apa pun yang kita
lakukan di dunia ini pasti ada pertanggungjawabannya, baik di dunia maupun di
akhirat.
Kritik dan Saran
Saya sebagai penulis
sangat menyadari akan kekurangan dan kelemahan dalam pembuatan makalah ini,
karena saya tidak lain hanyalah manusia biasa yang sangat jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu Saya memohon maaf yang sebesar-besarnya bagi para
pembaca, tidak lupa kritik dan saran pembaca sangat Saya harapkan demi
perbaikan makalah ini agar lebih sempurna. Namun Saya tetap berharap semoga
makalah ini bisa bermanfaat dan dapat menambah khazanah keilmuan.
فَا سْتَبِقُواالْخَيْرَا
تِ
DAFTAR PUSTAKA
Widagdho, Djoko. Ilmu
Budaya Dasar. Jakarta: Bumi Aksara. 1994.
Notowidagdo, Rohiman. Ilmu
Budaya Dasar Berdasarkan Al-Quran dan Hadits. Jakarta: RajaGrafindo
Persada. 1997.
Ghoni, Djunaidi, dkk. Dasar-Dasar
Kependidikan Islam. Surabaya: Karya Aditama. 1996.
Pribadi, Sikun. Mutiara-Mutiara
Pendidikan. Jakarta: Erlangga. 1987.
Gazalba, Sidi. Masyarakat Islam (Pengantar Sosiologi dan Sosiografi). Jakarta:
Bulan Bintang. 1976.
Hatsin, Abu. Islam dan Humanisme (Aktualisasi Humanisme Islam di Tengah Humanisme
Universal). Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. 1988
http://baradikal.multiply.com/journal/item/3?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem, 12:16 pm tgl 25 maret 2013.
[1] Sidi Gazalba. Masyarakat Islam (Pengantar Sosiologi dan
Sosiografi), (Jakarta: Bulan Bintang, 1976). Hal. 95
[2] Abu Hatsin, Islam dan Humanisme (Aktualisasi Humanisme
Islam di Tengah Humanisme Universal), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), hal. 2
[3] http://baradikal.multiply.com/journal/item/3?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem, 12:16pm tgl 25 maret
2013
[4] Widagdho,Djoko.Ilmu Budaya Dasar.(Jakarta:Bumi
Aksara.1994).hal.144
[6] Notowidagdo, Rohiman.Ilmu Budaya Dasar Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits. (Jakarta:Raja
Grafindo Persada.1977). hal.178
[7] Djunaidi Ghoni dkk.Dasar-Dasar Kependidikan Islam.(Surabaya:Karya
Aditama.1996).hal. 176
Tidak ada komentar:
Posting Komentar