Selasa, 07 Januari 2014

Islam dan Tanggung Jawab



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah

Islam adalah agama terakhir yang diturunkan Allah. Islam turun sebagai penyempurna dari agama-agama sebelumnya dengan diturunkannya Al-Quran sebagai pedoman hidup manusia. Allah mengutus Nabi Muhammad untuk menyampaikan wahyu Allah itu kepada umatnya. Di dalam Al-Quran terdapat pengetahuan, ajaran-ajaran, aturan, hukum, serta pedoman yang sudah ditulis Allah dalam wahyunya.
Tanggung jawab merupakan buah dari kesinergian antara hak dan kewajiban. Orang yang hanya menuntut haknya saja, atau justru melaksanakan kewajibannya saja, mereka keduanya bukan termasuk orang tanggung  jawab dalam konteks pengertian ini. Oleh karena itu, keduanya harus seimbang, sejajar, dan selaras agar tidak terjadi ketimpangan. Dalam Islam pun telah diajarkan keharusan manusia untuk bertanggungjawab, baik terhadap diri sendiri, sesama, lingkungan, dan terutama kepada Allah SWT. Tanggung jawab termasuk salah satu pokok bahasan yang ada dalam mata kuliah IBD (Ilmu Budaya Dasar) yang merupakan mata kuliah wajib bagi kalangan Mahasiswa, terutama mahasiswa Tarbiyah. Dalam makalah ini Insya Allah akan disajikan pembahasan lebih lanjut terkait dengan masalah tanggung jawab, serta pandangan Islam terhadap tanggung jawab.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis bermaksud akan mengemukakan beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Apa pengertian Islam dan tanggung jawab ?
2.      Apa pengertian pengabdian dan pengorbanan ?
3.      Bagaimana pandangan Islam terhadap tanggung jawab ?

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Islam
Islam adalah kata jadian bahasa Arab. Asalnya dari aslam. Kata dasarnya salima berarti sejahtera, tidak cacat. Dari kata ini terjadi kata masdar: selamat (dalam bahasa Indonesia atau Maylaysia menjadi selamat). Ada juga orang menganggap akar kata Islam itu: salam, berarti sejahtera, tidak bercela, selamat, damai seimbang (harmoni), patuh, berserah diri. Sebagai istilah, Islam diartikan patuh (taat) dan berserah diri kepada Allah. Dengan kepatuhan dan penyerahan diri secara menyeluruh itu terjadilah salam dalam kehidupan.[1]
إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ ۗ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا مِن بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ ۗ وَمَن يَكْفُرْ بِآيَاتِ اللَّهِ فَإِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ  
Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barang siapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.(Q.S Ali Imran : 19)

Islam itu agama yang Rohmatan lil ‘alamin, Allah menyempurnakan agama-agama sebelumnya dengan menurunkan Islam untuk memberi rahmat kepada umat serta alam semesta yang tidak lain dan tidak bukan adalah makhluk ciptaan-Nya. Aturan-aruran yang dalam Islam semata-mata untuk kebaikan manusia dan alam-Nya. Karena Islam adalah agama yang paling sempurna maka kita sebagai umat Islam harus mengimaninya, mengamalkan ajaran.
Esensi Islam adalah etika,kemanusiaan dan ilmu sosial atau ideologi. Islam benar-benar merupakan deskripsi seorang manusia dalam masyarakat, kebutuhan primernya, komitmen moralnya dan aksi sosialnya. Islam juga dapat dilihat sebagai sebuah sistem ide yang muncul dari pengalaman sejarah yang panjang yakni munculnya wahyu dalam sejarah, disahkan dalam realitas dan disesuaikan kembali selaras dengan kemampuan manusia.[2] Istilah agama tidak semua cocok bagi islam. Istilah agama mengacu pada pengetahuan tentang supernatural, magis, ritual, kepercayaan,dogma, dan institusi. Namun semua itu tidak relevan dengan esensi agama Islam.
Sebagai umat Islam, kita berkewajiban untuk berjuang dan menjunjung tinggi agama Islam. Ada beberapa tawaran alternatif:
1.      Mengembalikan kesadaran umat Islam yang selama ini “tertidur”. Ajaran Islam harus disampaikan untuk kemaslahatan dan pencerahan manusia.
2.      Bersikap inklusif terhadap budaya luar, karena sikap mengisolasi diri adalah sikap yang bertentangan dengan ajaran islam ( Al-hujrat 13).
3.      Berpegang teguh pada ajaran Islam sebagai sumber inspirasi peradaban. Dan yang terpenting adalah merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari.[3]
Ketiga pernyataan itu merupakan kewajiban yang harus dilakukan umat Islam dalam menjunjung tinggi agama Islam. Umat Islam harus mendakwahkan bahwa Islam ajaran yang memberi rahmat kepada seluruh alam. Al-Quran dan Sunnah banyak membahas tentang kehidupan manusia, bagaimana perilaku, kewajiban dan sunnah semuanya sudah tertuang didalamnya. Semuanya itu semata-mata hanyalah untuk menciptakan kemaslahatan   umat
B.     Pengertian Tanggung Jawab
Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja.[4] Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya.
Manusia mempunyai hak individu, karena ia mempunyai kebebasan, kemauan, sehingga manusia itu dapat menolak atau mendapat menerima sesuatu, bahkan manusia itu bebas menentukan pilihannya dalam hal apa saja, sebaliknya terikat oleh segala konsekuensi dan akibat dari pilihannya itu.[5]
Bertolak dari ungkapan di atas ternyata jelas sekali bahwa manusia sebagai individu dan sebagai makhluk mempunyai kebebasan, namun juga memiliki keterikatan oleh konsekuensi pilihannya. Sebab itu dapat disimpulkan bahwa manusia tetap memiliki tanggung jawab terhadap apa yang dipilihnya dalam apa saja.
Manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang bertanggungjawab. Disebut demikian karena manusia, selain merupakan makhluk individual dan makhluk sosial, juga merupakan makhluk Tuhan. Manusia memiliki tuntutan yang besar untuk bertanggungjawab mengingat ia mementaskan sejumlah peranan dalam konteks sosial, individual ataupun teologis.
Dalam konteks sosial manusia merupakan makhluk sosial. Ia tidak dapat hidup sendirian dengan perangkat nilai-nilai selera sendiri. Nilai-nilai yang diperankan seseorang dalam jalinan sosial harus dipertanggungjawabkan sehingga tidak mengganggu konsensus nilai yang telah disetujui bersama. Masalah tanggung jawab dalam konteks individual berkaitan dengan konteks teologis. Manusia sebagai makhluk individual artinya manusia harus bertanggungjawab terhadap dirinya (keseimbangan jasmani dan rohani) dan harus bertanggungjawab terhadap Tuhannya (sebagai penciptanya). Tanggung jawab manusia terhadap dirinya akan lebih kuat intensitasnya apabila ia memiliki kesadaran yang mendalam. Tanggung jawab manusia terhadap dirinya juga muncul sebagai akibat keyakinannya terhadap suatu nilai. Demikian pula tanggung jawab manusia terhadap Tuhannya timbul karena manusia sadar akan keyakinannya terhadap nilai-nilai. Dalam hal ini terutama keyakinannya terhadap nilai yang bersumber dari ajaran agama. Manusia bertanggungjawab  terhadap kewajibannya menurut keyakinan agamanya.
Tanggung jawab dalam konteks pergaulan manusia adalah keberanian. Orang yang bertanggungjawab adalah orang yang berani menanggung resiko atas segala yang menjadi tanggung jawabnya. Ia jujur terhadap dirinya dan jujur terhadap orang lain, tidak pengecut dan mandiri. Dengan rasa tanggung jawab, orang yang bersangkutan akan berusaha melalui seluruh potensi dirinya. Orang yang bertanggungjawab adalah orang yang mau berkorban demi kepentingan orang lain.
Tanggung jawab erat kaitannya dengan kewajiban. Kewajiban adalah sesuatu yang dibebankan terhadap seseorang. Kewajiban merupakan bandingan terhadap hak, dan dapat juga tidak mengacu kepada hak. Maka tanggung jawab dalam hal ini adalah tanggung jawab terhadap kewajibannya.
Pembagian kewajiban bermacam-macam dan berbeda-beda. Setiap keadaan hidup menentukan kewajiban tertentu. Status dan peranan menentukan kewajiban seseorang. Kewajiban dibagi menjadi dua bagian :
1.      Kewajiban terbatas : kewajiban ini tanggung jawabnya diberlakukan kepada setiap orang sama, tidak dibedakan. Contoh, undang-undang larangan membunuh, mencuri, disamping itu hukuman-hukuman lainnya.
2.      Kewajiban tidak terbatas : kewajiban ini tanggung jawabnya diberlakukan kepada semua orang. Tanggung jawab terhadap kewajiban ini, nilainya lebih tinggi, sebab dijalankan oleh suara hati, seperti keadilan dan kebijakan.
Problema utama yang dirasakan pada zaman sekarang, sehubungan dengan masalah tanggung jawab, adalah berkaratnya atau rusaknya perasaan moral dan rasa hormat diri terhadap pertanggungjawaban. Orang yang bertanggungjawab  itu adil atau mencoba untuk berbuat adil. Tetapi, adakalanya orang yang bertanggungjawab tidak dianggap adil karena runtuhnya nilai-nilai yang dipegangnya. Orang yang demikian tentu akan mempertanggungjawabkan segala sesuatunya kepada Tuhan. Dia tidak nampak, tetapi menggerakkan dunia dan mengaturnya. Jadi, orang semacam ini akan bertanggungjawab kepada Tuhannya.
C.    Pengabdian
Pengabdian adalah perbuatan baik yang berupa pikiran, pendapat atau tenaga sebagai perwujudan kesetiaan antara lain kepada Tuhan, kepala negara, raja, cinta, kasih sayang, yang semuanya itu dilakukan dengan ikhlas.
Timbulnya pengabdian itu pada hakikatnya ada rasa tanggung jawab. Apabila kita bekerja keras dari pagi sampai sore hari dibeberapa tempat untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga kita, itu berarti mengabdi kepada keluarga, karena kasih sayang kita kepada keluarga.
Lain halnya jika keluarga kita membantu teman, karena ada kesulitan, mungkin sampai berhari-hari ikut menyelesaikannya sampai tuntas. Itu bukan mengabdi, tetapi hanya bantuan saja.
D.    Pengorbanan
Pengorbanan berasal dari kata korban. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, WJS. Poerwodarminto, korban berarti:
a.       Pemberian untuk menyatakan kebaktian (kerelaan hati dan sebagainya). Misalnya: inilah korbanku untuk nusa dan bangsa.
b.      Orang yang menderita kecelakaan karena perbuatan sendiri atau orang lain. Misalnya: banyak orang yang menjadi korban permainan judi.
c.       Korban jiwa karena tertimpa bencana gempa bumi di Kerinci, Jambi, bertambah banyak.
Pengorbanan merupakan akibat dari pengabdian. Pengorbanan dapat berupa harta, pikiran, perasaan, bahkan dapat juga berupa jiwanya. Pengorbanan diserahkan secara ikhlas, tanpa pamrih, tanpa ada perjanjian, tanpa ada transaksi, kapan saja diperlukan.
Pengorbanan dapat berupa pengorbanan kepada keluarga, kepada masyarakat, kepada negara, dan kepada agama atau Tuhan.[6]
E.     Pandangan Islam terhadap Tanggung Jawab
Islam secara istilah yang lazim dipakai ialah sebagai berikut : Islam adalah agama yang mengatur manusia agar menjadi selamat, sejahtera, aman, damai, dan menyerahkan diri kepada Allah SWT, patuh dan tunduk kepada-Nya serta mau beribadat dengan penuh kesadaran dan keikhlasan.
Berdasarkan pengertian Islam di atas jelas memberikan pandangan yang mendasar, bahwa Islam adalah agama yang mengatur manusia di dunia ini, baik dari segi peribadatan, yakni hubungan manusia dengan Tuhannya, maupun dari segi kehidupan sosial, yakni hubungan manusia dengan sesamanya. Kedua dimensi tersebut memberi petunjuk bahwa manusia memiliki tugas ganda yang sangat asasi, yakni : tugas manusia sebagai makhluk Allah dan untuk menunjukkan bahwa manusia itu adalah zoon politicon, makhluk sosial yang hidup di tengah-tengah masyarakat dan lingkungannya. Dan salah satu tugas yang harus diemban oleh manusia untuk mencapai keselamatan, kebahagiaan, dan ketentraman hidup adalah berperilaku tanggung jawab.
Islam sangat menghargai sikap tanggung jawab, tercermin dalam lima prinsip dasar akhlak yang dikemukakan oleh Dr. Abdullah Darraz dalam Dustur al-Akhlaq fi Al-Qur’an yang salah satunya adalah prinsip al-mas’uliyah yakni prinsip tanggung jawab, yang mana di dalam sebuah akhlak tidak akan mencapai kesempurnaan tanpa didasari prinsip mas’uliyah tadi yang harus dimiliki oleh setiap pribadi muslim yang baik.
Tiap-tiap manusia sebagai makhluk Allah bertanggung jawab atas perbuatannya, sebagaimana Firman Allah SWT :
@ä. ¤§øÿtR $yJÎ/ ôMt6|¡x. îpoYÏdu ÇÌÑÈ  
Tiap-tiap diri (individu) bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya. (QS al-Mudatstsir : 38)
Dari ayat di atas tampak bahwa tanggung jawab itu bersifat kodrati, artinya sudah menjadi bagian dari kehidupan manusia. Disebut demikian karena manusia selain merupakan makhluk individual, dan makhluk sosial juga merupakan makhluk Tuhan. Manusia memiliki tuntutan yang besar untuk bertanggung jawab mengingat ia mementaskan sejumlah peranan dalam konteks sosial, individual, maupun teologis.
Manusia diciptakan di dunia tidak hanya semata-mata untuk makan, minum, tidur, dan berbuat sebebas-bebasnya. Karena di dalam Islam sendiri telah jelas mengajarkan di samping manusia harus berhubungan vertikal ke atas, dalam artian mengabdi dan menyembah Allah SWT, manusia juga harus memperhatikan keadaan sekitar, yang kaitannya dengan tanggung jawab dengan lingkungan bumi ini. Manusia diserahi tanggung jawab untuk memakmurkan dan melestarikan bumi ini, karena Allah SWT telah melebihkan makhluk manusia dibandingkan makhluk lain. Atas catatan itu manusia disebut sebagai kholifatun fil ardhi (khalifah di muka bumi), seperti yang telah diterangkan di dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah : 30, yakni:
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً.
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi “.
Allah telah menciptakan manusia lengkap dengan segala peralatannya, diberi hidup, akal, dan budi. Semua pemberian itu harus dipelihara. Terhadap hidup manusia dituntut tanggung jawabnya di samping menggunakan akal dan budinya itu sebagaimana mestinya, juga dituntut menanggung resiko akibat dari perbuatan akal dan budinya. Bila akal dan budi berbuat jahat ataupun sebaliknya, manusia bersangkutan harus berani menanggung resiko, baik di dunia maupun di akhirat nanti. Sesuai dengan firman Allah dalam Q.S. At-Takatsur ayat 8 :
ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ  
Sesungguhnya kamu akan diperiksa pada hari itu (kiamat) dari hal segala nikmat yang telah kamu terima”.
Tanggung jawab sebagai fenomena dalam kehidupan sehari-hari bagi diri pribadi manusia pada prinsip dasarnya adalah merupakan suatu upaya manusia terhadap pengembangan kapasitas potensial yang ada pada diri manusia.[7] Peningkatan status dan kualitas diri manusia merupakan suatu tanggung jawab manusia terhadap dirinya atau terhadap manusia lain. Ini adalah merupakan hikmah yang diberikan kepada manusia, terutama bila tanggung jawab ini dihubungkan dengan rasa syukur manusia terhadap Allah yang telah memberi nikmat sehari-hari, di dalamnya penuh dengan tantangan yang membutuhkan tanggung jawab dari pribadi manusia.
Rasa syukur sebagai realisasi dari tanggung jawab penting untuk ditanamkan pada manusia sejak dini agar tidak menimbulkan rasa sombong dan besar kepala. Firman Allah sebagai berikut :
وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ ۚ وَمَن يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ ۖ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ  
Dan Sesungguhnya Kami telah memberi kepada Luqman, hikmat kebijaksanaan, (serta Kami perintahkan kepadanya): bersyukurlah kepada Allah (akan Segala nikmatNya kepadaMu)". dan sesiapa Yang bersyukur maka faedahnya itu hanyalah terpulang kepada dirinya sendiri, dan siapa Yang tidak bersyukur (maka tidaklah menjadi hal kepada Allah), kerana Sesungguhnya Allah Maha Kaya, lagi Maha Terpuji.(QS. Luqman:12)

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan makalah di atas, dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya. Melaksanakan tanggung jawab akan menjadikan pribadi orang itu sendiri merasa mendapatkan ketenangan dan ketentraman dalam hatinya. Sebaliknya orang yang lari dari tanggung jawab maka dirinya akan merasa dikejar-kejar oleh rasa bersalah yang tidak mententramkan batin.
Islam sendiri  adalah agama yang sangat memberikan penghargaan besar terhadap perilaku tanggung jawab. Karena apa pun yang kita lakukan di dunia ini pasti ada pertanggungjawabannya, baik di dunia maupun di akhirat.

Kritik dan Saran

Saya sebagai penulis sangat menyadari akan kekurangan dan kelemahan dalam pembuatan makalah ini, karena saya tidak lain hanyalah manusia biasa yang sangat jauh dari kesempurnaan. Untuk itu Saya memohon maaf yang sebesar-besarnya bagi para pembaca, tidak lupa kritik dan saran pembaca sangat Saya harapkan demi perbaikan makalah ini agar lebih sempurna. Namun Saya tetap berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat dan dapat menambah khazanah keilmuan.

فَا سْتَبِقُواالْخَيْرَا تِ

DAFTAR PUSTAKA

Widagdho, Djoko. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Bumi Aksara. 1994.
Notowidagdo, Rohiman. Ilmu Budaya Dasar Berdasarkan Al-Quran dan Hadits. Jakarta: RajaGrafindo Persada. 1997.
Ghoni, Djunaidi, dkk. Dasar-Dasar Kependidikan Islam. Surabaya: Karya Aditama. 1996.
Pribadi, Sikun. Mutiara-Mutiara Pendidikan. Jakarta: Erlangga. 1987.
Gazalba, Sidi. Masyarakat Islam (Pengantar Sosiologi dan Sosiografi). Jakarta: Bulan Bintang. 1976.
Hatsin, Abu.  Islam dan Humanisme (Aktualisasi Humanisme Islam di Tengah Humanisme Universal). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 1988



[1] Sidi Gazalba. Masyarakat Islam (Pengantar Sosiologi dan Sosiografi), (Jakarta: Bulan Bintang, 1976). Hal. 95
[2] Abu Hatsin, Islam dan Humanisme (Aktualisasi Humanisme Islam di Tengah Humanisme Universal), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), hal. 2
[4] Widagdho,Djoko.Ilmu Budaya Dasar.(Jakarta:Bumi Aksara.1994).hal.144
[5] Sikun Pribadi, 1987, hal. 76
[6] Notowidagdo, Rohiman.Ilmu Budaya Dasar Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits. (Jakarta:Raja Grafindo Persada.1977). hal.178
[7] Djunaidi Ghoni dkk.Dasar-Dasar Kependidikan Islam.(Surabaya:Karya Aditama.1996).hal. 176

Tidak ada komentar:

Posting Komentar